Seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada teknologi, kejahatan pun semakin bergeser ke ruang siber, menuntut penegak hukum untuk menguasai metode investigasi yang sama canggihnya. Di Indonesia, Digital Forensik POLRI menjadi senjata utama dalam membongkar dan membuktikan tindak pidana yang jejaknya tersembunyi dalam data digital. Digital Forensik POLRI adalah proses ilmiah untuk mengidentifikasi, mengamankan, menganalisis, dan menyajikan data elektronik sebagai barang bukti yang sah di pengadilan. Keahlian ini sangat krusial dalam penanganan kasus mulai dari fraud online, penyebaran hoax, hingga kejahatan terorisme dan pencucian uang berbasis kripto.
Unit Digital Forensik POLRI yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dituntut untuk terus beradaptasi dengan laju inovasi teknologi. Tantangan terbesar adalah bagaimana cara mengamankan data dari perangkat yang terenkripsi, komputasi awan (cloud computing), atau data yang sengaja dimusnahkan oleh pelaku. Dalam sebuah kasus besar penipuan investasi bodong yang diungkap pada awal tahun 2025, tim forensik membutuhkan waktu intensif selama 3 minggu untuk memulihkan data transaksi dan komunikasi yang dihapus dari 50 perangkat seluler dan server tersembunyi. Keberhasilan pemulihan data ini, yang dilakukan oleh Penyidik Madya Bidang Digital Forensik, Kombes Pol. Dr. Ir. Candra Utama, S.H., M.H., S.I.K., menjadi kunci untuk menjerat otak pelaku.
Proses kerja Digital Forensik POLRI sangat mengedepankan prinsip kehati-hatian (chain of custody), di mana setiap tahapan penanganan barang bukti digital harus didokumentasikan secara detail. Hal ini vital untuk menjamin integritas barang bukti agar tidak dapat disangkal di persidangan. Tahapan utamanya meliputi acquisition (pengambilan citra data), examination (pemeriksaan mendalam), dan reporting (penyusunan laporan ahli). Di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) POLRI, pelatihan sertifikasi untuk personel baru dilaksanakan setiap triwulan selama rata-rata 10 hari kerja, untuk memastikan standar operasional prosedur (SOP) global terpenuhi.
Kapabilitas Digital Forensik POLRI telah diperluas untuk mendukung penegakan hukum di daerah. Sebagai contoh, di Polda Serang, yang mencakup wilayah padat populasi, sejak tanggal 1 Oktober 2025, setiap Polresta kini memiliki minimal dua personel yang bersertifikasi First Responder Digital Forensik. Personel ini bertugas mengamankan perangkat digital di Tempat Kejadian Perkara (TKP) sebelum barang bukti dibawa ke laboratorium pusat. Penguatan SDM dan teknologi ini tidak hanya mempercepat proses penyidikan, tetapi juga meningkatkan rasio keberhasilan penindakan terhadap kejahatan siber. Keberadaan unit forensik yang kuat ini menegaskan bahwa tidak ada kejahatan, sekecil atau sesembunyi apa pun jejak digitalnya, yang luput dari jangkauan hukum.
